Belakangan aksi mahasiswa mulai dinilai miring oleh sebagian
masyarakat. Pasalnya, bentrokan dan aksi anarkis mulai sering terjadi
saat kalangan intelektual ini menyampaikan aspirasi.
Mahasiswa agaknya mulai mencari berbagai cara untuk memastikan aspirasi
mereka yang mewakili suara masyarakat di dengar. Hal demikian dilakukan
lantaran seolah pemangku kebijakan mulai “tak mendengar”. Apa yang
dilakukan Sondang Hutagalung, mahasiswa Universitas Bung Karno dengan
membakar diri di depan Istana Merdeka dinilai banyak pihak sebagai cara
ekstrem yang ditempuh lantaran kekecewaan terhadap pemerintah.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin kebebasan rakyatnya untuk
menyampaikan pendapat. Hal ini tertuang jelas di dalam UUD 1945 yang
menyatakan setiap warga Negara Indonesia memiliki kebebasan dalam
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka umum.
“Indonesia merupakan Negara yang memiliki prinsip demokrasi yang baik,
yaitu musyawarah untuk mufakat. Gunakan prinsip ini dalam penyelesaian
masalah yang timbul di masyarakat,” tutur Edy Herdyanto SH MH, dosen
Kewarganegaraan Universitas Setia Budi Surakarta.
Menyampaikan aspirasi atau pendapat agar didengar orang lain, kata dia,
harus dilakukan dengan cara yang tepat. Misalnya di lingkungan kampus,
terdapat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang akan menampung aspirasi
mahasiswa. Jalur struktural yang aman bagi mahasiswa untuk menyampaikan
aspirasi adalah melalui badan tersebut. Sehingga alur aspirasi mahasiswa
bisa jelas terbawa sampai pada instansi terkait.
Penyampaian aspirasi dengan cara sangat ekstrem, sebaiknya dihindari.
Karena selain merugikan diri sendiri juga akan berdampak negatif pada
lingkungan. Sebagai mahasiswa dan generasi muda, pemegang kendali dari
masa depan bangsa haruslah memahami bahwa menyampaikan aspirasi tidak
selalu harus diwarnai dengan tindakan anarki.
Lebih lanjut, Edi mengatakan tindakan anarki belum tentu akan mengundang
simpatik instansi pemerintahan. “Sangat disayangkan jika ada mahasiswa
yang bertindak anarki dan ekstrem hanya agar mereka didengar,” imbuhnya.
Banyak cara untuk penyampaian aspirasi yang tepat, misalnya pada lembaga
pemerintahan (DPRD), media elektronik, media massa dan lain-lain.
Kalaupun cara-cara tersebut tidak mendapatkan titik temu, jalan demo pun
bisa ditempuh. Tapi demo tidak hanya asal demo, harus dengan berbagai
aturan dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. “Mari kita
belajar mengemas aspirasi dengan baik dan mengungkapkan dengan jelas
tujuan dari aspirasi tersebut,” kata Narimo ST MM, Wakil Rektor III
Universitas Setia Budi Surakarta ketika ditemui di ruang kerjanya,
beberapa waktu lalu.
Tak Asal Kebijakan-kebijakan pemerintah, lanjut dia, kerap menimbulkan pro dan
kontra. Timbulnya aspirasi dengan argumen sering datang dari kalangan
mahasiswa lantaran kebijakan tersebut dinilai merugikan masyarakat.
Dengan adanya kebijakan tersebut, serta adanya keadilan bagi semua
kalangan akan dianggap dapat membawa kesejahteraan .
Aspirasi tidaklah hanya sekadar pendapat-pendapat yang tidak bermutu
atau hanya sekedar orasi-orasi semata. Namun dibalik semua itu ada
gagasan yang dibentuk mahasiswa untuk kemajuan yang lebih baik lagi.
Dalam lingkup akademia kampus, ada berbagai organisasi yang akan
mewadahi segala aspirasi mahasiswa, sekaligus sebagai jembatan antara
mahasiswa dan instansi pendidikan maupun instansi pemerintahan.
Seperti contohnya, organisasi Himatika Vektor yang diikuti Puspita
Rahayuningsih. Mahasiswi Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang
(UM) ini mengungkapkan betapa pentingnya mengelola aspirasi mahasiswa
agar bisa tersalurkan dengan cara yang tepat dan tidak berujung anarki.
Di dalam salah satu program kerja organisasi tersebut, kata dia,
dicantumkan cara penyelesaian masalah maupun penyaluran aspirasi dengan
metode sarasehan. Metode tersebut dianggap konkret untuk menanggulangi
aksi anarki di dalam penyampaian aspirasi.
“Mahasiswa adalah agent of change, di mana mahasiswa haruslah menjadi
suatu wadah pengubah segala persepsi di masyarakat yang tidak baik,
bukan malah bertindak anarki atau ekstrem seperti itu,” tutur Pusipita
Rahayuningsih kepada Tim Akademia, belum lama ini. Pendapat senada
diutarakan Irwan Kurniawicaksana, mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Setia Budi Surakarta. Menurut dia penting untuk berpikir
kreatif agar aspirasi bisa didengar tanpa harus menggunakan cara-cara
ekstrem.
[Tim USB]
Home »Info» Apa kata Pak Edy Herdyanto SH MH, dosen Kewarganegaraan Universitas Setia Budi Surakarta tentang aspirasi Mahasiswa
Sabtu, 10 November 2012
Apa kata Pak Edy Herdyanto SH MH, dosen Kewarganegaraan Universitas Setia Budi Surakarta tentang aspirasi Mahasiswa
lainnya dari Artikel kuliah,Info
Ditulis Oleh : Asy shahid AM // 06.29
Kategori: Info
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)