Kita harus membuka mata bahwa konflik antara Malaysia dan Indonesia ini
tidak terjadi dengan sendirinya. Ada unsur-unsur pemicu layaknya api
yang menimbulkan asap besar. Pertanyaannya siapakah pemantik api itu?
Umat Muslim? Bukan, karena kita hanya korban.
Pakar Melayu Prof. Dr. Dato’ Nik Anuar Nik Mahmud dari Institut Alam dan
Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) mengamini bahwa
ada intervensi pihak luar di balik perseteruan kedua Negara serumpun
muslim ini.
Dalam memoar buku Thomas Raffles disebutkan, Barat harus memastikan
bahwa alam Melayu ini lemah. Untuk melemahkan, Raffles mengusulkan dua
buah strategi.
Pertama, imigran-imigran asing masuk ke Melayu supaya kawasan ini tidak
menjadi kawasan Melayu, melainkan majemuk (dibawa orang-orang China dan
India).
Kedua, pastikan bahwa raja-raja Melayu yakni Semenanjung, Sumatera, Jawa
dan sebagainya, tidak mengambil para ulama Arab menjadi penasehat
mereka. Jadi, tujuan mereka memang untuk memisahkan Arab dengan Melayu.
Bersatunya antara Malaysia dan Indonesia membentuk Imperium Islam Melayu inilah yang sangat ditakuti oleh Zionisme.
Mereka sadar Melayu adalah potensi kuat dalam membangkitkan Islam dari
tenggara Asia, maka itu jalur ini harus dihabisi, apapun caranya.
Dan pengalaman bangsa Indonesia yang kerap mudah diadu domba adalah kunci yang selalu mereka pegang saat zaman devide et impera.
Yang juga kita harus faham adalah Thomas Stamford Raffles sendiri
seorang Freemason. Menurut Th Stevens dalam bukunya Tarekat Mason Bebas,
Raffles pada tahun 1813 dilantik sebagai mason bebas di bantara
“Virtutis et Artis Amici”. “Virtus” merupakan suatu bantara sementara di
perkebunan Pondok Gede di Bogor.
Perkebunan itu dimiliki Wakil Suhu Agung Nicolaas Engelhard. Di situ
Raffles dinaikkan pangkat menjadi ahli (gezel), dan hanya sebulan
kemudian dinaikkan menjadi meester (suhu) di loge “De Vriendschap” di
Surabaya.
Raffles pula yang mendirikan Singapura modern yang kini menjadi basis
Israel di Asia Tenggara. Agen-agen zionis melalui Singapura adalah
penghasut sebenarnya dalam mengeruhkan hubungan sesama muslim Melayu.
Kebanyakan koruptor Indonesia pun bermukim di Singapura setelah merampok
uang hasil keringat anak-anak Indonesia dan rakyat jelata.
Singapura adalah sekutu zionis. Mereka tidak mau menandatangani
perjanjian extradisi dengan Indonesia semata-mata melindungi koruptor
ini karena mereka bawa banyak uang ke Singapura.
Untuk mengalihkan isu ini dari masyarakat Indonesia, mereka akan coba
cari isu supaya masyarakat Indonesia lebih fokus pada isu yang mereka
cipta.
Maka diwujudkanlah isu sekarang, konfrontasi Malaysia-Indonesia. Melalui
media sekular di Negara ini, mereka terus berupaya agar rumpun Melayu
bangga akan identitas negara-nya masing-masing.
Adanya inflitrasi Zionis di Malaysia juga bukan barang baru. Tahun lalu
mantan wakil perdana menteri Malaysia yang juga tokoh oposisi, Anwar
Ibrahim, pernah membeberkan fakta adanya keberadaan intelijen Zionis di
markas kepolisian federal Malaysia.
Kala itu bersama dengan Kelompok Muslim, mereka menyatakan memiliki
dokumen yang memperlihatkan kemungkinan adanya intelijen Zionis kedalam
strategi informasi negara lewat perusahaan kontraktor bernama
"Osiassov", yang melaksanakan proyek pengembangan sistem komunikasi dan
teknologi di markas besar polisi federal Malaysia.
Anwar Ibrahim menjelaskan bahwa perusahaan "Osiassov" terdaftar di
Singapura namun berkantor pusat di negara penjajah Zionis Tel Aviv.
Menurut Anwar, kehadiran dua mantan perwira tentara Zionis di perusahaan
yang bersangkutan, adalah sepengetahuan petugas polisi senior Malaysia
dan Menteri Dalam Negeri Malaysia sejak jaman Syed Ahmad Albar.
Yakinlah, jika umat muslim Melayu tidak kembali ke ajaran Islam sejati
dimana tak ada ruang pada nasionalisme yang memberhalakan bangsa, benih
permusuhan itu akan selalu muncul, walau kedua Negara itu makmur dan
sama-sama beragama muslim.