Pada
zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda
bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara
prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu
Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit
Dayak diterjang peluru.
Penyebab
yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun.
Sebelum berangkat ke medan laga, prajurit Dayak mengolesi mata anak
sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka
beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek.
"Makanya,
tak heran penjajah Belanda bilang, menghadapi prajurit Dayak itu
seperti melawan hantu," tutur Pembina Komunitas Tarantang Petak Belanga,
Chendana Putra, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Tanpa
tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda
terkapar, membuat sisa rekannya yang masih hidup lari terbirit-birit.
Kalaupun sempat membalas dengan tembakan, dampak timah panas ternyata
jauh tak seimbang dengan dahsyatnya anak sumpit beracun.
Tak
sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana
pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan,
bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara,
jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru
tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap
berperang kembali.
Penguasaan medan yang dimiliki prajurit Dayak sebagai warga setempat tentu amat mendukung pergerakan mereka di hutan rimba.
"Karena
itu, pengaruh penjajahan Belanda di Kalimantan umumnya hanya
terkonsentrasi di kota-kota besar tapi tak menyentuh hingga pedalaman,"
kata Chendana.
Tak
hanya di medan pertempuran, sumpit tak kalah ampuhnya ketika digunakan
untuk berburu. Hewan-hewan besar akan ambruk dalam waktu singkat. Rusa,
biawak, atau babi hutan tak akan bisa lari jauh. "Apalagi, tupai, ayam
hutan, atau monyet, lebih cepat lagi," katanya.
Bagian
tubuh yang terkena anak sumpit hanya perlu dibuang sedikit karena
rasanya pahit. Uniknya, hewan tersebut aman jika dimakan. "Mereka yang
mengonsumsi daging buruan tak akan sakit atau keracunan," kata Chendana.
Baik hewan maupun manusia, setelah tertancap anak sumpit hanya bisa berlari sambil terkencing-kencing.