Foto Asli vs Olahan Digital (Digital Imaging): Pilihan
Fotografer Masa Kini?
oleh Mishbahul Munir, Poetrafoto Photography Studio
Dulu, ketika pertama kali saya belajar foto memfoto, awalnya hanya sekedar untuk pelengkap
tulisan atau berita yang saya buat.
“Kamu harus foto obyek yang kamu tulis atau yang kamu ceritakan, selain untuk menambahBegitu pesan salah seorang Pimpinan Redaksi (Pimred) salah satu majalah keluarga di Indonesia
daya tarik tulisanmu, adanya foto pasti menambah kekuatan berita atau cerita yang kamu
buat,”
yang di sana saya pernah bergabung 2006-2008.
Itu terjadi sekitar awal tahun 2006-an. Semenjak itu, setiap saya menulis berita atau feature (tulisan
berita yang bercerita) saya berusaha memotret obyek yang saya tulis, walaupun dengan kamera
seadanya. Rupanya, ketika saya bergabung dengan beberapa majalah dan tabloid, serta beberapa
kali menjadi kontributor salah satu koran harian di Jogja, saran dan masukan dari Redakturnya juga
hampir senada.
“Saya harus belajar memotret sebuah obyek atau moment“, itu intinya.Nah, dari situlah, di awal tahun 2007, saya memulai benar-benar menyukai fotografi. Namun,
setelah saya memiliki kamera, dan bertemu dengan salah seorang mantan fotografer Koran Jawa
Pos, ketika dia sempat mengajari saya fotografi, dia berpesan singkat, dan hingga kini masih
membekas di hati saya. Pesannya begini:
“Jika kamu mau belajar fotografi dengan serius, belajarlah bagaimana memotret dengan alatPesan inilah yang menjiwai hasil jepretan saya hingga saat ini. Sampai saat ini, saya cukup buta
fotografi yang disebut kamera itu. Jangan sekali-kali pernah mengolah (edit) foto dimanapun.
Foto kamu harus murni berasal dari kameramu. Itulah, baru kamu disebut fotografer“.
akan editing foto. Paling-paling, saya cuman bisa framing, resize, sharpen, dan memberi caption di
foto. Sudah, itu saja.
Namun, akhir 2008, ketika saya berkesempatan bertemu dan memotret bareng dengan seorang
fotografer kawakan dari Magelang, om Heri Wiyanto, ketika berdiskusi beliau punya pendapat yang
berbeda.
“Memang, betul apa yang menjadi prinsip kamu. Bahwa, kalau memang mau jadi fotograferItu pendapat beliau. Beliau pun berkata, bahwa, memang fotografi murni masih berlaku dalam
ya harus belajar memotret dengan kamera, bukan dengan mengolah foto jelek menjadi bagus
dengan olahan digital di komputer. Tapi, menurutku, sekarang sudah bukan jamannya lagi.
Jika kita tidak bisa oldig, konsumen tak mau tahu. Mereka itu hanya mau tahu hasil akhirnya
saja.”
beberapa genre fotografi, beliau mencontohkan seperti fotografi jurnalistik. Aliran fotografi ini
membutuhkan kemurnian dan keaslian moment atau obyek yang di foto.
“Nah, untuk modeling, jelas sangat berbeda. Editing sangat dibutuhkan di situ. Wajah model
butuh dihaluskan dan diberi asesoris untuk keindahannya. Sama dengan prewedding atau
wedding photography, konsumen cuman hanya tahu, foto hasil cetak akhirnya bagus. Udah,
titik. Jadi, sekarang, keahlian fotografi harus juga diimbangi dengan editing. Kalau tidak, kita
pasti ketinggalan dengan yang lain.” kata beliau.
Lalu, bagaimana menurut Anda? :)
Document from http://blog.poetrafoto.com
"dokumen ini diperbolehkan untuk diperbanyak, di‐copy, dan atau disebarluaskan untuk kepentingan pembelajaran bersama dengan tetap menyebutkan Nama Penulis
dan alamat web Publisher" :)